Mina, Lembah Haji Itu Kembali Sepi
Related Articles
Beriringan dengan berakhirnya ritual pelontaran batu (jumrah) pada hari ke 3 hari Tasyrik 13 Dzulhijah, berakhir pula riuh rendah keramaian di Mina. Tempat ini berangsur-angsur kembali sepi. Yang tersisa hanyalah onggokan sampah yang ditinggalkan jemaah yang secara marathon terus dibersihkan oleh para petugas kebersihan.
Sepanjang tahun, kecuali pada saat musim haji, Mina yang luasnya mencapai 16,8 km persegi itu memang dibiarkan kosong, tak berpenghuni. Lebih dari 100.000 tenda-tenda yang mampu menampung 2,6 juta orang dibiarkan tetap berdiri meski musim haji telah usai. Dari situ nampaknya sebutan Mina “Kota Tenda” berawal.
Mina,yang merupakan lembah di tengah padang pasir berjarak tujuh kilometer dari Mekkah, memiliki peran yang penting dalam pelaksanaaan ibadah haji. Di sinilah jemaah haji melaksanakan ibadah melontar batu, bermula di Jumratul Aqabah pada tanggal 10 Dzulhijah dan pelontaran di tiga tiang selama tiga hari Tasyrik.
Mina mulai didatangi jemaah haji pada tanggal 8 Dzulhijah, sehari menjelang wukuf di Arafah. Setelah melakukan sholat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijah jemaah berangkat ke Arafah untuk melaksanakan rukun haji.
Setelah wukuf, jemaah haji kembali ke Mina untuk melakukan pelontaran batu (jumrah). Jemaah wajib bermalam di Mina tanggal 11, 12 Dzulhijah bagi mereka yang melakukan nafar awal. Sementara bagi mereka yang melakukan nafar tsani/akhir wajib tinggal di Mina hingga 13 Dzulhijah. Para jemaah melemparkan batu-batu kecil ke tiga tiang yang berada dalam komplek yang disebut “Jembatan Jamarah”
Sebagian besar dari total 2,4 juta orang tercatat melakukan ibadah haji tahun 2018 menempati tenda-tenda berpendingin udara yang terbuat dari bahan khusus yaitu campuran serat kaca yang dilapisi Teflon, material yang terkenal tidak mudah terbakar. Selain alat pendingin udara, pada setiap tenda di lengkapi dengan alat pancuran air yang secara otomatis memancarkan air bila suhu udara naik mencapai titik tertentu.
Pengoperasian tenda-tenda dikelompokkan ke dalam maktab-maktab. Jemaah haji Indonesia bersama jemaah lain dari negara Asia Tenggara berada dalam maktab yang dikelola oleh Muasassah Mutawifi Asia Tenggara. Satu maktab dapat menampung 3000 -3500 jemaah. Total maktab yang ditempati jemaah haji Indonesia mencapai 71 maktab ditambah 1 maktab ad-hoc. Tujuh maktab jemaah Indonesia berada di kawasan Mina Jadid yang jaraknya mencapai tujuh kilometer dari komplek Jamarah.
Jarak yang jauh menuju tempat pelontaran batu – yang harus ditempuh dengan berjalan kaki, itulah yang nampaknya menjadi alasan utama bagi ribuan jemaah untuk memilih bermalam di seputaran komplek Jembatan Jamarah. Pada malam hari –hari Tasyrik hampir seluruh sudut komplek dipenuhi jemaah.
Dengan alas duduk seadanya, para jemaah menghabiskan setengah malam di komplek Jamarah. Ada yang menghabiskan waktu dengan duduk sambil mengobrol dengan teman kelompok, ada yang membaca Al Quran dan banyak pula yang tertidur pulas. Tidak jarang mereka harus berhadapan dengan petugas keamanan yang berpatroli. Petugas keamanan harus memastikan tidak ada konsentrasi jemaah dalam jumlah besar di titik-titik tertentu.
Komplek Jembatan Jamarah yang baru panjangnya mencapai 950 meter menghubungkan bangunan lima tingkat dengan ketinggian mencapai 12 meter per lantainya. Komplek jamarah mempunyai 12 pintu masuk, 12 pintu keluar dari empat arah yang berbeda. Selain “escalator” komplek Jamarah dilengkapi dengan fasilitas pendingin udara dan pemancar air guna menjamin suhu udara di dalamnya tidak melebihi 28 derajat Celcius.
Demi menghindari jemaah berdesakan, petugas keamanan ditempatkan di setiap meter komplek untuk mengatur pergerakan kurang lebih 300.000 jemaah setiap jamnya.
Didalam komplek Jamarah ini lah jemaah haji melontar batu pada tiga tiang terpisah. Tiang pertama jumrah Ula (kecil), diikuti tiang Wusta (kedua) dan tiang Aqabah (besar).
Sejarah melempar batu bermula sejak 4000 tahun yang silam, ketika dalam perjalanan ke suatu tempat untuk menyembelih anaknya, Nabi Ibrahim AS digoda setan.
Setan menggoda nabi Ibrahim untuk menghentikan niatnya melaksanakan perintah Allah SWT. Nabi Ibrahim kukuh dalam pendiriannya , beliau memungut tujuh batu kecil kemudian melempar batu tersebut ke arah setan.
Gagal menggoda nabi Ibrahim, setan mendekati Siti Hajar, istri nabi Ibrahim. Dengan harapan dapat membujuk Siti Hajar untuk menyelamatkan putera satu-satunya Nabi Ismail. Namun Siti Hajar malah mengulang apa yang dilakukan suaminya, melempar tujuh kerikil ke arah setan.
Setan yang gagal menggoda Siti Hajar, datang mendekati nabi Ismail agar menghentikan niat ayahnya. Namun sebaliknya nabi Ismail malah meneguhkan niat Nabi Ibrahim untuk melaksanakan perintah Allah SWT. Nabi Ismail pun melakukan hal yang sama yang dilakukan ke dua orangtuanya, melempar tujuh batu ke arah setan.
Nabi Muhammad SAW bersama seluruh umatnya hingga akhir jaman mengulang apa yang pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan keluarganya tersebut. Melontar batu adalah salah satu wajib haji. Dia adalah symbol perlawanan terhadap setan yang senantiasa berupaya menggoda manusia meninggalkan perintah Allah SWT.(dsuita/p-ppih)
Let me tell You a sad story ! There are no comments yet, but You can be first one to comment this article.
Write a comment